Kamis, 24 Maret 2016

Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavad Gita, Pewayangan, dan Ilmu Pengetahuan Modern 3









Atas petunjuk Tuhan Yang Maha Esa yang tidak pernah ada habisnya kepada saya……
Saya Ayu Sulastrini sejatinya memang ditugaskan MENEGAKKAN KITAB SUCI BHAGAVADGITA di jaman modern ini, untuk memberikan jalan terang yang lebih jelas dari apa arti Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta dan arti Tuhan sebagai Sang Maha Kuasa kepada seluruh umat manusia dan para penyembah-Nya tanpa terkecuali. Sebagaimana pengertian Bhagavadgita itu sendiri adalah Nyanyian Suci Tuhan, dimana kedudukan Kitab Suci Bhagavadgita adalah sebagai Kitab Suci yang paling purba yang menurunkan ajaran-ajaran dan perintah-perintah suci Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia……
Saya Ayu Sulastrini sejatinya memang ditugaskan MENEGAKKAN KITAB SUCI BHAGAVADGITA kepada seluruh umat Hindu, supaya di jaman modern ini Umat Hindu tidak semakin dibingungkan oleh berbagai warna adat dan budaya yang ada, tetapi tanpa kehilangan arah dalam warna-warni adat dan budayanya, sejatinya Umat Hindu dapat  lebih mendekatkan diri kembali kepada ajaran Kitab Suci Veda dan Kitab Suci Bhagavadgita sebagai falsafah utama menjalankan Karma dan Dharma sebagai Umat Hindu ……

Hmmmmmm……

Bersamaan dengan Hari Kamis Putih dan kelahiran saya pada tanggal 24 Maret tahun 2016 ini, saya ingin mengucapkan “♪♫Selamat Ulang Tahun♪♫” kepada diri saya sendiri untuk yang ke-37 kalinya… ^_^
Maka tepat di hari ulang tahun saya yang ke-37 ini, saya haturkan kepada Jagat Raya Alam Semesta sebuah Karya Agung yaitu versi ketiga dari Blog  Sakral : Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavad Gita, Pewayangan, dan Ilmu Pengetahuan Modern……
Awalnya niat murni saya untuk mampu mencari pembuktian secara ilmiah keberadaan tokoh-tokoh suci pewayangan bahwa pernah hidup di dunia nyata ini hanya sebatas pada keberadaan kehidupan pada jaman Shri Krishna, Pandawa, dan Kurawa saja, yang memang telah saya tuangkan pada Blog versi pertama : Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavad Gita, Pewayangan,  Alam Semesta - Jagat Raya, dan Ilmu Pengetahuan Modern.
Tapi selanjutnya saya ternyata terus mendapat anugerah ‘petunjuk-petunjuk suci’ dari Sang Maha Sutradara Agung, untuk terus dapat melanjutkan pembuktian-pembuktian mengenai keberadaan tokoh-tokoh suci pewayangan lainnya.
Bahkan akibat dari pemaparan blog saya tentang penemuan-penemuan ilmiah untuk membuktikan keberadan tokoh-tokoh suci pewayangan pernah hidup di dunia nyata ribuan hingga jutaan tahun silam tersebut, langsung mengguncang dunia karena mampu memberi PENGARUH JAGAT RAYA…… @-}--
Bagaimana tidak? Sebagaimana penemuan-penemuan secara ilmiah keberadan tokoh-tokoh suci pewayangan telah dapat dibuktikan pernah hidup di dunia nyata ini, akhirnya fenomena tersebut membawa sebuah bentuk ilmu pengetahuan baru, karena telah mampu menjabarkan tabir perwujudan Kamahakuasaan Sang Maha Pencipta tidaklah terbatas pada Karya Penciptaan-Nya di Jaman Kali Yuga / Jaman Jahiliah / Jaman keturunan Adam dan Hawa……
Seperti yang dipaparkan di beberapa penulisan Blog-blog Ayu Sulastrini For Nature and God mengenai keberadaan nyata tokoh-tokoh suci pewayangan, secara langsung maupun tidak langsung telah menciptakan teori ilmu pengetahuan baru yang tidak terbantahkan bahwa Tuhan  Sang Maha Pencipta Agung telah berkarya mencipta di banyak pengakhiran jaman, akan mewarnai ilmu pengetahuan modern masa kini…… AMIN AMIN AMIN.
………..
Sebelum meneruskan penulisan lebih mendalam lagi, sebagai langkah awal dasar penulisan blog versi ketiga ini, saya ambil langkah awal yang sama seperti pada blog versi pertama dan versi kedua Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavad Gita, Pewayangan, dan Ilmu Pengetahuan Modern, yaitu tetap memaparkan kembali inti pokok dari penulisan ketiga versi blog sakral ini:

ulangulang
Disebutkan dalam Bhagavad Gita, perhitungan waktu manusia, waktu 1 hari Dewa Brahma = 1000 jaman manusia atau yang disebut Yuga. Alam semesta diwujudkan dalam siklus-siklus Kalpa, dimana 1 Kalpa = waktu 1 hari Dewa Brahma = 1000 siklus Yuga / 1000 jaman manusia. Dimana dalam kurun masa waktu penciptaan-Nya di bumi, Tuhan Yang Maha Esa menggunakan Siklus Yuga, yang dibagi menjadi:
1.  Satya Yuga berlangsung selama 1.728.000 tahun waktu manusia ; jaman ini memiliki ciri :  memiliki sifat-sifat yang sangat saleh, unsur kebijaksanaan dan agama sangat kuat, tidak adanya dosa dan kebodohan sama sekali.
Satya Yuga, dalam pembahasan ilmu pengetahuan modern:
Diperkirakan monyet besar sebagai mamalia pertama yang ada di dunia terdapat pada 35 juta tahun yang lalu, selanjutnya berevolusi menjadi monyet besar yang sudah menyerupai manusia diperkirakan telah ada pada 10 juta tahun yang lalu.
Sedangkan keberadaan manusia diperkirakan telah diciptakan di bumi sekitar 1.700.000 - 4.400.000 tahun yang lalu. Hampir mendekati dengan penjumlahan seluruh siklus-siklus Yuga = usia Satya Yuga = berjumlah 4.320.000 tahun. Contoh penemuan dari ilmu pengetahuan modern yang bersesuaian:
a.  Fosil Meganthropus Paleojavanicus yang usianya diperkirakan antara 1.000.000 – 2.000.000 juta tahun yang lalu berasal dari Sangiran,
b.  Fosil  Pithecanthropus Mojokertensis yang usianya diperkirakan 1.900.000 juta tahun yang lalu berasal dari Mojokerto,
c.   Fosil Kenyanthropus Platyops yang usianya diperkirakan antara 3.500.000 juta tahun yang lalu berasal dari Kenya,
d.  Fosil Ardipithecus Ramidus yang usianya diperkirakan antara 4.400.000 juta tahun yang lalu yang juga berasal dari Ethiopia.
Kemudian dilanjutkan oleh jaman…

2.  Tetra Yuga berlangsung selama 1.296.000 tahun waktu manusia; jaman ini memiliki ciri : sudah mulai melakukan kegiatan berdosa. Ini adalah jaman kehidupan dari Shri Rama yang turun ke bumi sebagai perwujudan dari Tuhan Yang Maha Esa secara langsung, untuk mengalahkan kekuatan gelap Sang Mahluk Jahat Sakti Nan Abadi – Prabu Rahwana . Dimana jaman ini ditutup dengan ditangkapnya Prabu Rahwana karena yang telah dijepit hidup-hidup oleh dua buah gunung kembar, yang akhirnya membuat Prabu Rahwana tak mampu berkutik lagi melaksanakan kejahatan dan nafsu serakahnya : untuk menguasai bumi dan tidak bisa mati selama-lamanya. Namun dalam kondisi demikianpun Prabu Rahwana hingga sekarang tetap mengeluarkan pengaruh gelapnya untuk membuat manusia melakukan perbuatan berdosa.
Dengan demikian dilanjutkan oleh jaman…

3.  Dvapara Yuga berlangsung selama 864.000 tahun waktu manusia; jaman ini memiliki ciri : sifat-sifat saleh dan kegiatan keagamaan semakin merosot, sedangkan dosa semakin meningkat. Ini adalah jaman kehidupan keluarga Bharata / Pandawa dan Kaurawa berlangsung. Dimana jaman ini ditutup dengan selesainya perang suci Bharatayuda yang dimenangkan oleh Para Pandawa, kemudian mangkatnya Para Pandawa ke surga di atas Gunung Himalaya.
Terakhir dilanjutkan oleh jaman…

4.  Kali Yuga akan berlangsung selama 432.000 tahun waktu manusia, dan telah berlangsung selama kurun waktu 5000 tahun yang lalu. Dimana diperkirakan 5000 - 6000 tahun yang lalu Adam dan Hawa juga berada di bumi; jaman ini memiliki ciri : kebodohan, kekacauan, hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama dan kegiatan penuh dosa melimpah, sedangkan sifat-sifat saleh yang sejati hampir tidak ada…. (senyum)
Dijaman ini adalah juga jaman kehidupan dari banyak pemimpin suci agama-agama lainnya seperti:
a.  Sang Maha Suci Buddha berlangsung (563SM - 483SM),
b.  Putra Allah Bapa yang terkasih Tuhan Yesus Kristus berlangsung (4SM),
c.   Nabi Muhammad SAW (571M - 633M).
ulangulang

………..

Saya lanjutkan……
Blog versi ketiga Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavad Gita, Pewayangan, dan Ilmu Pengetahuan Modern ini, sepenuhnya atas berkat ‘petunjuk-petunjuk suci’ Sang Maha Pencipta, saya bukan hanya mampu menunjukkan 1 Jaman Peradaban Manusia sebelum Jaman Kali Yuga saja, yaitu Jaman Dvapara Yuga (Jaman Shri Krishna, Pandawa, dan Kurawa) yang telah berumur ribuan tahun silam.
Tapi saya telah mendapat anugerah kembali menemukan Rahasia Purba untuk menunjukkan bahkan di 2 Jaman Purba Peradaban Manusia lainnya yang nyaris musnah karena sirna terkubur ditelan bumi / lautan, jaman itu adalah Jaman Tetra Yuga yang telah berusia jutaan tahun silam. Dimana Jaman Tetra Yuga adalah jaman di masa kisah kehidupan Prabu Ramachandra, Dewi Sinta, Pangeran Lakhsmana, raja kera Putih Hanoman, dan sang penguasa kelaliman Raja Raksasa Rahwana......
Untuk menguatkan bukti keberadaan tokoh-tokoh suci pewayangan pada jaman masa kehidupan Shri Rama, saya telah diarahkan oleh Sang Maha Sutradara Agung melalui ‘petunjuk suci’ suatu penemuan yang masih bisa ditemukan di jaman modern ini adalah yang bernama JEMBATAN RAMA / ADAM’S BRIDGE atau dalam bahasa Indianya dikenal dengan nama RAM SETU.

Hmmmmmm……

Apa itu RAM SETU???
Ram Setu adalah merupakan situs peninggalan jaman purbakala kuno berupa sebuah jembatan penghubung antara Negara India dan Negara Sri Langka, yang telah berusia 1.700.000 tahun. Sebuah Jembatan Purbakala yang dipercaya merupakan jembatan yang dibuat oleh pasukan monyet atas perintah Prabu Ramachandra / Shri Rama kepada raja lkera putih sakti Prabu Hanoman, dimana pembangunan Rama Setu ini dimaksudkan sebagai jalan penghubung dalam penyerbuan secara besar-besaran melawan Raja Kebatilan - Angkara Muka dari Kerajaan Alengka yang tak lain dan tak bukan adalah Prabu Rahwana. 








Letak Ram Setu berada di antara Negara India dan Negara Sri Lanka
 
 

Peperangan 2 kerajaan adikuasa di Jaman Tetra Yuga antara Kerajaan Prabu Ramachandra sebagai lambang kebajikan dan sebagai personifikasi sendiri dari Tuhan Yang Maha Esa melawan Kerajaan Alengka milik Raja Raksasa Rahwana sebagai lambang kebatilan, telah dipicu oleh kelaliman dan keserakahan Raja Raksasa Rahwana yang ingin menjadi penguasa dunia sepanjang jaman dan tidak pernah mati. Penyebab lainnya Prabu Ramachandra menyerang Kerajaan Alengka karena ulah Raja Raksasa Rahwana itu telah berani menculik Dewi Sinta permaisuri Prabu Ramachandra.



“‘Kapanpun dan dimanapun pelaksanaan Dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan Dhrama merajalela, pada waktu itulah Aku Sendiri menjelma (Shri Krishna), wahai Putra Keluarga Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat, dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip Dharma. Aku sendiri menjelma pada setiap jaman (Yuga)”



Burung Garuda Sakti yang bernama Jatayu bertarung nyawa untuk melindungi Dewi Sinta dari penculik licik Raja Raksasa Rahwana



Tersebutlah seorang putri raja yang kelak menjadi Ibu sang Raksasa Rahwana bernama Dewi Kaikesi, ia adalah puteri dari seorang Raja Detya bernama Prabu Sumali. Prabu Sumali memperoleh anugerah dari Bhatara Brahma sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia pada saat itu. Suatu hari, Prabu Sumali berpesan kepada sang putri, Dewi Kekasi agar ia menikah dengan orang yang istimewa di dunia. Prabu Sumali kemudia menyebutkan beberapa nama orang sebagai calon suami  terbaik yang dimaksudkannya, dan diantaranya adalah seorang Rsi bernama Wisrawa yang akhirnya menjadi pilihan calon suami sang putri. Rsi Wisrawa memperingati Dewi Kekasi yang akhirnya menjadi istrinya, bahwa bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka menjadi jahat, namun Dewi Kekasi melanggarnya, meskipun diperingatkan demikian oleh sang suami. Akhirnya, terlahirlah seorang putra yang memiliki kepribadian setengah brahmana dan setengah raksasa. Saat lahir, awalnya Raksasa Rahwana diberi nama "Dasanana" atau "Dasagriwa" karena ia memiliki sepuluh kepala.

 
Sebelum menjadi seorang Raja yang digjaya di muka bumi, Raksasa Rahwana melakukan sebuah tapa brata. Raksasa Rahwana melakuan tapa brata dengan posisi bersidekap dan berdiri dengan sebelah kaki, sehingga tapa  Raksasa Rahwana yang sangat khusuk tersebut menyebabkan cuaca dalam Nirvana / Svargaloka tempat bersemayamnya para Bhatara-Bhatari menjadi kacau balau, panas terik, hujan petir bertalu-talu, angin badai sangatlah menggelisahkan kehidupan para Bhatara – Bhatari. Sehingga Bhatara Çiva – pemimpin para Bhatara-Bhatari, memutuskan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan cuaca di Svargaloka menjadi terguncang hebat. Maka turunlah Bhatara Çiva ke muka bumi, dan segera menemukan penyebab cuaca di Svargaloka menjadi buruk. Dilihatnyalah seorang Raksasa yang begitu khusuk bertapa berdiri dengan sebelah kakinya. 

 

Raksasa Rahwana melaksanakan tapa bhrata dengan sebelah kaki dengan khusuk selama bertahun-tahun sehingga mengguncang svargaloka

  

Akhirnya Bhatara Çiva bertanya kepada si Raksasa tersebut apa tujuannya melaksanakan tapa brata yang tingkatannya sangat sulit dan khusuk seperti itu dan memerintahkan Raksasa Rahwana untuk segera menghentikan tapa bratanya . Raksasa Rahwana mau menghentikan tapa bratanya dengan syarat Sang Bhatara Maha Sakti bersedia mengabulkan keinginannya menjadi seorang Raja yang menguasai seluruh bumi dan juga tidak bisa mati selama-lamanya. Mengingat para Bhatara-Bhatari dan cuaca di Svargaloka yang terus menerus terkacaubalaukan oleh kekhusuksan tapa brata Raksasa Rahwana, maka dengan berat hati Bhatara Çiva mengabulkan keinginan Raksasa Rahwana tersebut supaya cuaca buruk di Svargaloka bisa tenang kembali. Dengan segera Bhatara Çiva mengabulkan permintaan Raksasa Rahwana menjadi seorang Raja penguasa bumi dan menganugerahkan kesaktian kepada Raksasa Rahwana menjadi mahluk abadi.
Bhatara Çiva sendiri sadar sepenuhnya telah memberikan keputusan yang dikemudian hari menjadi bencana besar bagi peradaban seluruh umat manusia, sebuah keputusan yang menentang hukum alam dan hukum Sang Maha Pencipta sendiri; bahwa setiap yang bernyawa akan mati
Benar saja, setelah Raksasa Rahwana menjadi Raja penguasa seluruh bumi, Raksasa Rahwana menjelma menjadi seorang Raja yang sangat lalim, licik, semena-mena, dan penuh hawa nafsu keserakahan. Sehingga Tuhan Yang Maha Esa sendiri menjelma turun ke muka bumi dalam personafikasinya menjadi seorang Raja penuh kebajikan dan kasih yang bernama Prabu Ramachandra, dimana tugas-Nya di muka bumi untuk meluluhlantakan kekuatan jahat Raja Raksasa Rahwana yang mengganggu umat manusia.


 

Dari Wilayah Negara India , Prabu Ramachandra yang didampingi oleh adiknya yang tampan rupawan - Pangeran Lakhsmana  serta sahabat setianya raja kera putih sakti - Prabu Hanoman, tengah memberi wejangan dan petunjuk kepada ratusan ribu pasukan manusia dan pasukan kera untuk mempersiapkan diri melakukan penyerbuan terhadap pasukan Raja Raksasa - Prabu Rahwana, yang terlihat dari kejauhan seberang sana juga telah berdiri bersiap siaga di wilayah yang kini dikenal dengan Negara Sri Langka. Dimana kedua Negara yang dipisahkan oleh  lautan telah dihubungkan oleh Ram Setu



 

Di bawah pengawasan Prabu Ramachandra dan Pangeran Lakhsmana, sang raja kera putih sakti - Prabu Hanoman memimpin pasukan keranya dalam membangun Ram Setu batu demi batu

 

Contoh proses analisa salah satu batuan dari puing-puing Ram Setu yang berusia 1.700.000 tahun



Puing-puing bebatuan dalam lautan / Underwater Coral Bridge : Ram Setu yang telah berusia 1.700.000 tahun yang diambil dari foto satelit
 
Karena anugerah kesaktian yang tidak bisa mati yang pernah diterimanya dari Bhatara Çiva dalam tapa bratanya dahulu, Raksasa Rahwana merupakan musuh tangguh yang tidak bisa dikalahkan apalagi dibunuh. Akhirnya Prabu Ramachandra mengutus raja kera putih sakti Raja Hanoman untuk membawakan 2 buah gunung kembar yang bernama Sonara dan Sonari untuk menghimpit dan mengurung tubuh abadi Raksasa Rahwana. 

 
Raja Kera Putih Hanoman terbang membawa 2 Gunung Kembar penjelmaan kepala Pangeran Sonara dan Pangeran Sonari


 
Prabu Ramachandra terus menghujani Raksasa Rahwana dengan panah-panah saktinya, yang hanya sanggup melukai kulit sang raksasa abadi tersebut, namun cukup ampuh membuat Raksasa Rahwana melayang-layang kesana-kemari tak mampu menahan rasa sakitnya


Raksasa Rahwana berhasil dikalahkan dengan menghimpit tubuh abadinya diantara 2 buah gunung kembar tersebut. Ironisnya 2 buah gunung kembar Sonara dan Sonari yang ternyata adalah jelmaan dari kepala dua ksatria kembar anak kandung dari Raksasa Rahwana itu sendiri.
  
Lalu apakah yang sebenarnya telah terjadi pada Sonara dan Sonari anak kembar dari Raksasa Rahwana tersebut????

Raja Raksasa Rahwana juga terkenal akan petualangannya menaklukkan para wanita. Raja Raksasa Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah yang bernama Mandodari. Disebutkan didalam Istana Alengkadirga dipenuhi oleh para wanita cantik yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Dalam lingkungan Kerajaan Alengkadirga, semua wanita merasa beruntung apabila Rahwana menikahinya.
Kebiasaan Raja Raksasa Rahwana yang berpetualang menaklukan para wanita itu, membuat nafsu dan keserakahan dalam diri Raksasa Rahwana semakin menggila. Sehingga disuatu saat Raksasa Rahwana menginginkan istri Prabu Ramachandra yaitu Dewi Sinta menjadi istrinya juga.
Mengetahui niat sang raksasa jahat serakah itu terhadap dirinya, Dewi Sinta tentunya tidak mau dan tidak sudi didekati, apalagi menjadi istri Raksasa Rahwana; jika saja ‘Prabu Ramachandra dan Pangeran Lakhsmana masih hidup’, sebuah syarat palsu yang sengaja diajukan Dewi Sinta, dimana niat Dewi Sinta sebenarnya hanya berkeinginan menggiring Raksasa Rahwana agar secara ksatria berani berhadapan langsung dengan suaminya Prabu Ramachandra.
Demi mendengar persyaratan yang diajukan Dewi Sinta tersebut agar Prabu Ramachandra dan Pangeran Lakhsmana tidak hidup lagi’, dengan cepat Raksasa Rahwana berpikir  licik dan kejam telah mendapat sebuah gagasan gila yang sekiranya dapat dimanfaatkannya untuk mendustai Dewi Sinta untuk memenuhi hasrat bejatnya. Dan untuk mewujudkan rencana licik dan kejamnya itu, Raksasa Rahwana langsung teringat kepada anak kembarnya, sehingga kemudian Raksasa Rahwana mengundang kedua anak kembarnya yang tampan Sonara dan Sonari tersebut untuk sebuah jamuan makan bersamanya.
Saat putra kembarnya Sonara dan Sonari tersebut, yaitu dari istrinya Dewi Mandodari datang berkunjung untuk memenuhi undangan sang ayah, selanjutnya Raksasa Rahwana menjamu Sonara dan Sonari dengan makanan-makanan mewah dan enak-enak yang sudah dibumbui racun, yang tentu saja kedua anak kembarnya itu memakan hidangan yang ‘dipersembahkan’ ayahandanya tersebut dengan lahap dan bahagia karena mengira merasa mendapat curahan perhatian dan kasih sayang dari sang ayah. Setelah acara jamuan makan itu selesai, Sonara dan Sonari akhirnya tertidur lemas disebabkan oleh racun yang ada pada makanan tersebut. Dan dengan hati yang dingin dan kejam Raksasa Rahwana segera memenggal kepala kedua putra kembarnya sendiri yang sudah lemas itu, meletakkan penggalan kepala kedua teruna tampan itu di sebuah baki berlapis sutera merah, dan mengirimkannya ke taman Asoka agar dilihat Dewi Sinta sebagai kepala Prabu Ramachandra dan kepala Pangeran Lakhsmana yang sudah ‘sanggup dibunuhnya’.
Tak lama kemudian, tersiarlah kematian kedua anak kembarnya yang sangat dikasihi ke telinga sang ibunda, Dewi Mandodari ditangan suaminya sendiri. Meskipun Raja Raksasa Rahwana adalah suaminya, tapi Dewi Mandodari benar-benar tidak rela anak kembarnya mati dengan cara yang sangat mengenaskan ditangan ayahandanya sendiri seperti itu. Dalam kesedihannya yang tak terkira sebagai ibu, Dewi Mandodari memanjatkan doa kepada para Bhatara di Khayangan, ‘Biarlah kedua anakku Sonara dan Sonari kelak menjadi sumber kematian abadi ayahandanya Prabu Rahwana, yang tak mungkin terjadi karena telah memiliki ajian kesaktian Rawa Rontek-nya!’, kutukan itu keluar dari wajah cantik penuh duka istri Sang Raja Raksasa.
Kemudian setelah memanjatkan kutukannya kepada sang suami, Dewi Mandodari meminta bantuan kepada Indrajit, salah seorang anak tirinya dari suaminya si Raksasa Rahwana lain istri, Dewi Mandodari meminta kepada Indrajit agar kedua kepala Sonara dan Sonari dimakamkan di sebelah timur Gunung Gohkarna. Indrajit mematuhi permintaan ibu tirinya tersebut.
Kemudian sebuah keajaiban terjadi, setelah tanah kuburan selesai dirapikan oleh Indrajit, tiba-tiba tanah makam itu terus-menerus membesar, kemudian menjulang menjadi dua buah bukit kembar, dan lama kelamaan kedua bukit itupun berdiri tegak tumbuh sebagai dua buah gunung yang saling berdampingan membawa hawa miris di sekitarnya.

   




Prabu Ramachandra saat berperang menghadapi Raja Raksasa Rahwana yang tidak bisa mati


Tapi lagi-lagi akibat anugerah kesaktiannya, Raksasa Rahwana tetap tidak bisa dimatikan. Sehingga saat tubuhnya yang tidak bisa mati dikurung diantara 2 buah gunung kembar, malahan menimbulkan kemarahan Raksasa Rahwana semakin memuncak dan semakin menumbuhkan rasa dendam yang membara kepada Prabu Ramachandra. Untuk membalaskan dendamnya kepada Prabu Ramachandra, Raksasa Rahwana mengeluarkan gelembung-gelembung pembalasan yang berisikan berbagai macam ajaran-ajaran kejahatan yang dihembuskan kepada seluruh rakyat Prabu Ramachandra dan juga dihembuskan seluas-luasnya kepada seluruh umat manusia di muka bumi.



Pengaruh kebatilan Raja Raksasa Rahwana yang ditiupkan melalui gelembung-gelembung kejahatan yang ditujukan kepada seluruh umat manusia di bumi untuk tetap mudah terpengaruh berbuat kejahatan.






Foto-foto Udara Situs Purbakala Ram Setu berusia 1.700.000 tahun


Hmmmmmm......
Hmmmmmm......
Hmmmmmm......

Bagaimana Karib-karibku di seluruh penjuru dunia?????? Belum Puas??????

Hmmmmmm......
Hmmmmmm......
Hmmmmmm..... 
Saya tambahkan dengan penemuan 'nyata' fosil-fosil manusia raksasa di Asia Selatan ini!!!












Penemuan fosil raksasa setinggi 13 meter di India pada tahun 1930, yang disinyalir sebagai tulang-belulang manusia raksasa pada jaman Tetra Yuga dan jaman Dvapara Yuga









Penemuan fosil raksasa setelah terjadi gempa bumi di Nepal, yang disinyalir sebagai tulang-belulang manusia raksasa pada jaman Tetra Yuga dan jaman Dvapara Yuga




Skema Manusia Raksasa


Belum Puas?????? INI!!!!!!


Penemuan sebuah Gada di India, yang disinyalir milik Raja Kera Putih Hanoman di jaman Tetra Yuga
 


^_^



 


 Terimakasih Leluhur Tanjung 

 Terimakasih Tuhan Yang Maha Esa 

 Terimakasih Jagat Raya








Hmmmmmm……
♪♫Selamat Ulang Tahun ke-37♪♫




Masih terlihat seperti berumur 17 tahun_sweet seventeen ^_^




Ayu Sulastrini 1 dari 3 keajaiban dunia
#AS6810
@-}--










Tidak ada komentar:

Posting Komentar